Rumput tetangga lebih hijau, katanya. Urip iku sawang sinawang, jarene. Gajah di pelupuk mata tak tampak, mereka bilang. Sering kali apa yang kita lihat tak pernah sama dengan apa yang orang lain lihat, tentu saja karena mata yang dipakai untuk melihat juga berbeda. Sering kali secara gak sadar kita juga…

Ia sebenarnya baik-baik saja. Saat itu sebenarnya ia memang sudah akan mengambil sebuah jeda dari apapun yang sedang ia lakukan dan ternyata alam semesta memberinya jawaban. Satu tahun penuh untuk berjeda dan tidak melakukan apa-apa karena semua terasa tidak ada maknanya. Sama saja. Satu tahun kemudian, semesta meminta pertanggung jawaban…

“Kamu ini siapa sih, rasanya kita kok sudah kenal?” Orang itu tersenyum. “Ya, rasanya pernah ketemu. Tapi di mana ya? Pernah kok, ya jelas sekali pernah. Di sebuah pesta barangkali. Pesta ulang tahun. Pesta ulanng tahun di rumahnya Nana. Ya?” Orang itu menggeleng. “Kenal Nana?” “Tidak.” “O kalau begitu bukan…

Sprei itu terlihat kusut, namun aku masih dapat melihat lututnya sedikit tersingkap di bawahnya, warna sprei itu mengingatkanku akan warna bulan ketika malam sedang sedikit mendung. Ia kemudian sedikit memiringkan badannya ke hadapanku sehingga aku bisa melihat dadanya naik turun bernafas, betapa ia adalah makhluk indah yang susah untuk dieja…

With myself, I suppose. Nggak tahu kenapa. Mungkin karena nggak peduli seberapa kerasnya aku berusaha, pada akhirnya, I end up hurting you. I end up disappointing people. I end up losing friends. …

Maka, setelah cerita angin dan laut itu usai kukisahkan padamu, tak ada yang akan pergi sebenarnya jika hujan yang membasahi wajah kita telah usai kau gambar menjadi bulatan paling sempurna. “Dan kau jauh lebih sepi dari dunia dan seluruh semesta yang kukenali kini…”